Hari
ini saya kembali dikecewakan oleh diri sendiri. Akibat kenangan beberapa tahun
lalu yang terukir bersama di masa putih abu-abu. Ini bukan kenangan biasa. Kita menjalani
hampir 3 tahun. Dan semua kenagan itu hancur di akhir tahun ke 3. Sedikit mengecewakan,
tetapi memang kehancuran itu sudah sesuai prosedur, sesuai perjanjian tak
tertulis kita. Dan hari ini saya dibuat untuk teringat masa-masa itu. MALU….
Saya MALU dibuatnya….
Sebenarnya ini adalah hal yang
lumayan sensitive, bagaimana tidak, ini menyangkut HAM (Hak Asasi Manusia). Tetapi
perlu diingat saya juga manusia yang mempunyai hak.
Sudah beberapa hari ini instansi
saya mengadakan ujian akhir semester, rutinitas setiap akhir semester. Namun tentu
ujian di perkuliahan berbeda dengan di sekolah. Ujian itu bisa berua soal yang
dikerjakan di rumah, di kelas, open book, open phone dan sebagainya. Hanya ada satu
hal yang tetap sama di berbagai ujian baik diberbagai tingkatan. HONESTY
Saya berbicara tentang kejujuran bukan
berarti saya seorang yang jujur di setiap ujian kapanpun dimanapun. Saya
juga manusia biasa yang bisa digoda setan, walaupun sudah berusaha keras
untuk memegang prinsip itu, Astaghfirullah
Tetapi yang sangat membuat saya
malu, semakin tinggi tingkat pendidikan sesorang justru malah semakin tinggi
juga tingkat ketidak jujuran. (ini hanya perbandingan sepihak dari saya
pribadi berdasarkan perjalanan pendidikan dari SD hingga Kuliah).
Bercerita sedikit mengenai ujian/
ulangan di riwayat pendidikan saya yaitu di Madrasah Aliyah/SMA agar tidak
terlalu jauh dengan jenjang yang sedang saya alami. Apapun jenis sekolahnya
baik dengan latar belakang agamis atau umum yang namanya ulangan harus jujur
tidak boleh curang.
Dari kelas sepuluh sampai dua
belas Alhamdulillah Allah selalu memberi kami rasa malu dan bersalah ketika curang.
(bersyukurlah jika kalian merasakan, tandanya Allah masih peduli dengan
memberi rasa itu). Yang lebih bersyukurnya saya dianugrahi teman yang anti curang,
dan Allah mengizinkan saya untuk terpengaruh tidak curang. BERAT, karena di
sekolah kita masih bersaing rangking. Tetapi tentu ada jalan untuk tetap bisa
bersaing di rangking. Di sini saya di paksa untuk belajar sungguh-sungguh,
apalagi saya mempunyai kakak yang terbilang berprestasi sehingga sebuah
kemaluan jika saya tidak bisa berprestasi. Jujur saja.
Ada hal unik semasa Madrasah
Aliyah saya dulu, sepengamatan saya satu kelas saya dulu ( XI, XII IPA) tidak bakal
curang jika semua warga kelas tidak curang (membuka buku) . Sekalipun ada yang curang,
selepas ulangan seperti mempunyai kesalahan besar dan kemudian seperti tidak
tenang. Namun, ketika kami berada di titik puncak kebingungan barulah kami
bersepakat untuk membuka buku. Dan harus dibagi satu kelas. Berarti tetap saja
kita tidak jujur, tetapi setidaknya tingkat ketidak jujuran kami rendah. hehe
Karena perjanjian tidak resmi
itu, kami harus lebih giat belajar agar bisa menjawab soal ulangan. Belajar hingga
larut malam, pantang tidur sebelum hafal dan paham. Yang sangat disayangkan
kami kalah melawan hawa nafsu diri sendiri ketika Ujian Nasional.
Curang tentu sangat popular di
kalangan pelajar ketika ulangan. Semua tergantung pada kita dan kembali pada
kita yang memilih dan menentukan. Ingin bersenanga senang dahulu,
bersakit-sakit kemudian atau sebaliknya.
Memang benar jika dikatakan prilaku
seseorang itu akan mirip prilaku sahabat/ teman/ dengan siapa bergaul. Dengan siapa
dia berteman akan seperti itu juga dia.
Bukan berarti juga saya tidak
ingin berteman dengan siapapun yang curang karena kalau kita selalu berteman
dengan orang baik, kita tidak akan pernah tau bagaimana bentuk suatu kecurangan.
hehe
Manfaat dari curang adalah
mendapat nilai yang bagus. Namun apalah arti sebuah nilai jika di dapat dari
hal yang haram.
Kemudian fenomena yang terjadi
sekarang ini jika masih ada siswa atau mahasiswa yang berbuat curang siapa yang
harus membantu menyelesaikan???.
Wal akhir, sebenarnya saya hanya
mempermalukan diri saya yang belum bisa berbuat maksimal dan memberi pengaruh agar membudayakan ujian jujur
dan pentingnya belajar sungguh-sungguh. Jangankan ingin membawa pengaruh,
kualitas belajar sayapun sangat turun, bereda semasa di sekolah. (nampaknya
saya terlalu larut kedalam dunia anak sosial yang katanya santai, padahal salah
penafsiran ini :D)
Saya ingin teman yang mau mengingatkan
akan akhirat dan mampu saling menguatkan…..
bersambung.... in the next page in syaa Allah